sahabatCPM, MOHON MAAF sebelumnya jika sy tidak tag, mohon
tag sendiri yh,, Makasih.. ^^ "WAJIB DISHARE/TAG/COPAS" *****
Kejujuran sebuah kata yang sangat sederhana tapi sekarang menjadi barang langka
dan sangat mahal harganya. Memang ketika kita merasa senang dan segalanya
berjalan lancar, mengamalkan kejujuran sec...ara konsisten tidaklah sulit, tetapi pada saat sebuah
nilai kejujuran yang kita pegang berbenturan dengan perasaan, kita mulai
tergoncang apakah tetap memegangnya, atau kita biarkan tergilas oleh keadaan.
Sebuah kisah kejujuran yang sangat menyentuh hati, dua orang anak kecil
menjajakan tisu di pinggir jalan. Membuat kita mesti belajar banyak tentang
arti sebuah kejujuran. anak8 Kisah Kejujuran Dua Bocah Penjual Tissue di
Pinggir Jalan Siang ini, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka
makhluk-makhluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas
jembatan penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira-kira delapan
tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang
untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan, dengan
keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa
tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan, “Terima kasih
Oom!” Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit
senyum seraya mengangguk ke arah mereka. Kaki-kaki kecil mereka menjelajah
lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap
berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itu pun menolak
dengan gaya yang sama dengan saya, lagi-lagi sayup-sayup saya mendengar ucapan
terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tempat stok tissue dagangan
mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya
melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, dua pertiga terisi tissue
putih berbalut plastik transparan. Setengah jam kemudian saya melewati tempat
yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita,
senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang
menggayuti langit Jakarta. “Terima kasih ya mbak … semuanya dua ribu lima ratus
rupiah!” tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang
sejumlah sepuluh ribu rupiah. “Maaf, nggak ada kembaliannya … ada uang pas
nggak mbak?” mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng,
lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang
tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter. “Oom boleh tukar uang
nggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya
yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya
menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah. “Nggak
punya!”, tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata “Ambil saja kembaliannya,
dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah
timur. Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya
dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang
masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang
empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah
buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja!”, namun mereka berkeras
mengembalikan uang tersebut. “Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat
sini lagi saya kembalikan !” Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si
kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya dan mereka. Uang sepuluh ribu
digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan
berujar “Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang
ojek!” “Eeh … nggak usah … nggak usah … biar aja … nih!” saya kasih uang itu ke
si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga
yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah
tapi dihentikan oleh anak yang satunya, “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu …
sebentar.” “Nggak apa apa, itu buat kalian” lanjut saya. “Jangan … jangan oom,
itu uang oom sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras. “Sudah … saya
ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas !”, saya berusaha membargain, namun ia
menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil
temannya untuk segera cepat. Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik
hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh om, kalau kelamaan, maaf ..”. Ia
memberi saya delapan pack tissue. “Buat apa?”, saya terbengong “Habis teman
saya lama sih oom, maaf, tukar pakai tissue aja dulu”. Walau dikembalikan ia
tetap menolak. Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya.
Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya.
Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan
genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta
memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!”..mereka kembali ke ujung
jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan, “Duit mbak tadi gimana ..?”
suara kecil yang lain menyahut, “Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi
ntar kita kasihin …….”. Percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak
dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan. Tuhan, hari ini saya belajar dari
dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya
trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra,
mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta
dengan berdagang tissue. Dua anak kecil yang bahkan belum balig, memiliki
kemuliaan di umur mereka yang begitu belia. Kejujuran adalah mata uang yang
berlaku dimana-mana. Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil. *****
sahabatCPM... jika sahabat ingin berbagi dengan teman-teman kalian, silakan
share/tag notes pic ini.. Karena WAJIB DISHARE/TAG/COPAS Terimakasih telah
membaca.... ~HIDUP INI INDAH~
Kamis, 12 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar